“(Beberapa hari
yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan
(permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan
mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena
itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan
itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.” (QS. Al Baqarah: 185).
Alhamdulillaah,
tamu agung yang ditunggu ini datang menghampiri kami, muslimin di Jepang.
Bahagia tak terkira, walaupun kami harus menghabiskan Ramadhan beberapa tahun
belakangan ini di musim panas. Puasa di musim panas, berarti kami harus menahan
lapar, haus dan segala yang membatalkan puasa selama 16-17 jam. Lebih lama
daripada puasa di tanah air tercinta, namun lebih sedikit daripada di
negara-negara subtropis dan kutub. Belum lagi temperatur udara yang cukup
tinggi dan lembab menyebabkan badan mudah berkeringat dan kekurangan cairan.
Tarawih dan tausiyah bersama ustadz (Ramadhan, 1439H) |
Ramadhan di
Jepang, berarti menghabiskan waktu shoum di tengah-tengah masyarakat yang belum
faham berpuasa. Tak ada gema adzan kecuali dari aplikasi di smartphone. Tak ada
iklan sirup, sarung, mentega, dan lain-lain khas iklan Ramadhan di Indonesia.
Tak ada malam yang syahdu untuk tarawih di seantero kota. Tak ada gema I'tikaf
yang masif layaknya di setiap masjid perkantoran, masjid desa dan kota di
Indonesia. Tak ada waktu kerja dan kuliah yang dipersingkat demi menyambut
Ramadhan. Semua serba sama, seperti hari-hari lainnya. Bedanya, kaum muslimin
saja yang berpuasa.
Inilah ujian
bagi muslimin di Jepang untuk berpuasa, bahwa semangat dan motivasi menyambut
Ramadhan ini datang dari diri sendiri.
Hai orang-orang
yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan
bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar,
keras, dan tidak mendurhakai Allâh terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada
mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
(at-Tahrîm:6)
Ramadhan di
Jepang, berarti pula melakukan tarbiyatul aulad (pendidikan anak) dengan
mandiri dan sebaik-baiknya. Membangunkan mereka di waktu sahur jam 2 pagi
bukanlah perkara mudah. Karena pada winter, mereka terbiasa bangun pukul 5
pagi. Dan bulan ramadhan tahun ini jatuh di awal summer, yang berarti perbedaan
waktu subuh dan maghrib sekitar 2-3 menit setiap harinya. Sebulan lalu, subuh
masih jam 3:30-4:00 pagi. Di bulan Ramadhan ini, subuh jam 2:30-2:50 pagi. Maka
harus bersiap dari sebelum ramadhan untuk men-set daily life anak-anak supaya
tidak kaget saat harus dibangunkan pagi buta untuk sahur. Oleh karena itu,
bangun on time saat adzan subuh berkumandang adalah kebutuhan.
Halal bi halal Idul Fitri 1437H |
Ramadhan di
Jepang, berarti membiasakan anak-anak untuk melaksanakan daily life seperti
biasa di sekolah tanpa ada keringanan sedikit pun, juga bagi kami orang tuanya.
Tidak ada potongan jam belajar sekolah. Bahkan, undokai (festival olah raga)
akan kembali diadakan di bulan Ramadhan tahun ini. Dan kedua anak kami pun
pertama kali terpilih mengikute cabang olah raga rally (リーレ) atau lari estafet. Bagi saya pribadi, ramadhan
kali ini benar-benar bulan jihad, terutama untuk menghadapi pre-defense. Sensei
sudah membuat appointment kapan saja latihan pre-defense dilaksanakan. Not to
mention, kehamilan yang sudah berusia 4 bulan ini, walau lebih happy, tetap
harus dilalui dengan hati-hati.
Ramadhan di
Jepang, berarti mengupayakan bahwa kita sendiri lah yang harus menghidupi
lingkungan sendiri. Bersyukur sekali saya tinggal di Sendai, terutama di
kelilingi "kampung muslimin" mahasiswa/i Tohoku University. KMIS
mengadakan berbagai program menghidupkan ramadhan. Berduyun-duyun warga fastabiqul
khoirot (berlomba-lomba dalam kebaikan) untuk memberikan infaq dan amal
terbaiknya untuk Ramadhan. Ada yang shodaqoh uang, bahan makanan, memasak,
mengantar ta'jil, dan lain-lain. Ya, kalau bukan kami sendiri, lalu siapa lagi
yang menghidupkan bulan mulia ini?
Oleh karena
itu, bukan masalah ramadhan nya diadakan di mana. Tapi, bagaimana suasana hati
dan iman kita saat menyambut ramadhan.
Ditulis di Sendai, 14 Mei 2019. Saat harus bekerja di rumah sambil menemani D-kun yang kurang sehat.
Comments
Post a Comment